SUMBANGAN
PERADABAN ISLAM PADA DUNIA DALAM PERKEMBANGAN ILMU ASTRONOMI
Ilmu
astronomi adalah ilmu yang mempelajari tentang benda-benda langit seperti
matahari, bulan, dan planet-planet lain. Ilmu ini sangat berkembang di dunia
Islam, karena berhubungan dengan masalah ubudiyah, antara lain penentuan waktu
shalat, bulan-bulan qamariyah, dan lain-lain. Kajian ilmiah tentang
perbintangan (ilmu falak) dalam Islam mulai berkembang seiring dengan masuknya
pengaruh buku-buku yang dikarang orang-orang Suryan, Persi, India, Yunani dan
Kalanda.
Pada
masa kekhalifahan Al-Makmun tepatnya tahun 815 M, didirikan sebuah lembaga
ilmiah bernama “Bait al-Hikmah” sebagai institusi akademik, perpustakaan, biro
penerjemahan dan observasi. Buku pertama yang diterjemahkan para ilmuwan Muslim
adalah Mafatih An-Nujum karya Hermes.
Selain itu, buku Al Maqest karya
Ptolemaeus juga merupakan buku yang penting untuk diterjemahkan dan dibahas
para ilmuwan Muslim pada waktu itu.
Pada
awal abad ke-IX, mulai dilakukan observasi pertama dengan menggunakan peralatan
yang cukup akurat di Jundaysabur (Persia sebelah barat daya). Selanjutnya, Al
Makmun membangun sebuah observatorium dengan supervisor seorang Yahudi yang
baru masuk Islam, yaitu Sind bin Ali dan Yahya bin Abi Manshur. Di observatorium
ini para astronom kerajaan dengan akurat mengamati berbagai gerakan benda-benda
langit serta menguji semua unsur penting dalam kitab Al Maqest. Dari kegiatan tersebut, para astronom memperoleh
kesimpulan mengenai sudut ekliptik bumi, ketepatan lintas matahari, panjang
tahun matahari, dan sebagainya. Kemudian, Al Makmun kembali membangun sebuah
observatorium di bukit Qasiyun (sebelah timur Damaskus). Perangkat observasi
pada saat itu terdiri dari busur 900, astrolob, jarum penunjuk, dan
bola dunia.
Secara
umum, kemampuan ilmuwan-ilmuwan Muslim dalam melakukan pengukuran telah
mengungguli bangsa-bangsa sebelumnya. Di Sinyar sebelah utara Eufrat dan di
dekat Palayra, para astronom Al Makmun melakukan salah satu perhitungan rumit
tentang luas permukaan bumi dan keliling bumi, serta dengan merujuk pada
Al-qur’an Surat Az-Zumar ayat 5 mereka melakukan pembuktian bahwa bumi
berbentuk bulat. Perhitungan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa panjang
lingkar bumi adalah 20.400 mil dan diameternya sebesar 6.500 mil.
Pada
abad ke-XII, buku-buku astronomi dari ilmuwan muslim, khususnya karya Al-Batani
mulai diterjemahkan dalam bahasa latin dan saat ini telah banyak dicetak
melalui berbagai penerbit di Eropa. Buku ini berisi mengenai posisi-posisi
bintang serta meluruskan teori Bathlemeus dalam penetapan orbit matahari.
Kemudian pada tahun 911 M, Abdurrahman As-Sufi menerbitkan buku berjudul “Bintang-bintang yang Terbit” yang
menjelaskan sejarah sebagian bintang, tempat orbit, dan pergerakannya.
Dengan
demikian, kehadiran peradaban Islam yang tetap memelihara teori ilmu sebelumnya
dan berusaha meluruskan kekeliruan merupakan pencapaian umat Islam sebenarnya.
Para ilmuwan Muslim mengubah sebuah ilmu dari sebatas teori menuju ruang
eksperimen ilmiah. Mereka juga berusaha meluruskan keyakinan bangsa Arab pada
masa jahiliyah tentang ilmu nujum (ilmu perbintangan yang sering dijadikan
sebagai sarana meramal), karena bertentangan dengan akidah Islam. Pengaruh
peradaban Islam dalam ilmu astronomi tampak pada nama-nama bintang antara lain Bait al Jauza’ (betelguese), al Fard (al Phard), Mirfaq, Rijl (Rigel),
Kaukab (kochab), Difda’ (Diphda), dan lain-lain.
Sumber:
library.uny.ac.id
As-Sirjani, Raghib. 2015. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. Jakarta: Pustaka Al Kautsar
Komentar
Posting Komentar